Study Kasus 1 :
RUU Konvergensi Telematika Perlu Dikaji
Ulang
Pemerintah tidak mempertimbangkan hak warga
negara dalam draf RUU Konvergensi Telematika.
Perkembangan telematika yang begitu pesat mendorong
pemerintah untuk memunculkan peraturan baru. Salah satu aturan yang sekarang
tengah dibahas oleh pemerintah adalah Rancangan Undang-Undang (RUU) Konvergensi
Telematika. Sejauh ini, RUU ini masih dalam pembahasan antar Kementerian
Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dengan Kementerian Hukum dan HAM.
Permasalahannya, dalam draf RUU Konvergensi Telematika
ini, ternyata hak warga negara tidak menjadi pertimbangan. Hak warga untuk bisa
mengakses telematika dan dengan itu dapat berkomunikasi tidak muncul dalam
pertimbangan RUU.
"Terkait hak warga negara ini makanya kita meminta
pemerintah untuk mengkaji ulang seluruh draft dari RUU Konvergensi Telematika.
Pengkajian ulang ini harus melibatkan masyarakat secara lebih luas dan tentu
saja menjadikan hak-hak warga negara atas telematika sebagai dasar pertimbangan
dalam penyusunan RUU," ungkap Manager Knowledge Managemen LSM Satu Dunia,
Firdaus Cahyadi di Jakarta, Kamis (16/02).
Menurutnya, hak warga negara dalam konteks telematika
salah satunya adalah hak warga negara di suatu kawasan terlintasi infrastruktur
telematika. Dengan adanya infrastruktur telematika ini, maka hak warga negara
untuk mengakses informasi dan berkomunikasi dapat terpenuhi.
Sementara itu, sejauh ini pembangunan infrastruktur
penyiaran hanya berfokus pada daerah Jawa yang memang memiliki konsumen yang
lebih banyak dan pembangunan infrastruktur tidak merata. Belum lagi jika setiap
pemilik modal diperbolehkan untuk menanam modal di beberapa zona yang
ditentukan di dalam RUU, maka akan mematikan lembaga penyiaran lokal.
"Meskipun dalam RUU Konvergensi Telematika
dinyatakan bahwa pelaksanaan layanan dasar di daerah terpencil menjadi tanggung
jawab pemerintah, namun tidak disebutkan hak warga negara jika tanggung jawab
pemerintah itu berpotensi untuk dilanggar," lanjut Firdaus.
Terkikisnya hak warga negara makin jelas terlihat dalam
rezim perizinan serta RUU yang dinilai kental dengan komersialisasi telematika.
Hal ini terlihat dalam pembagian penyelenggara telematika.
Draf RUU menjelaskan, bahwa penyelenggara telematika
dibagi atas dua yakni komersial dan nonkomersial. Pelabelan komersial dan
non-komersial ini mencerminkan bahwa atau arus utama ini adalah komersial.
Selain bermasalah di sisi pelabean, juga bermasalah
terkait dengan posisi penyelenggara telematika dari komunitas masyarakat atau
embaga Swadaya Masyarakat (LSM). Dalam RUU ini disebutkan bahwa penyelenggara
sosial meliputi penyelenggara fasilitas jaringan telematika, layanan jaringan
dan aplikasi telematika, termasuk aplikasi penyebaran konten dan informasi.
“Nah, yang menjadi pertanyaan adalah, apakah komunitas
masyarakat atau LSM yang memiliki atau mengelola portal berita atau informasi,
seperti contohnya www.korbanlumpur.infoatau www.suarakomunitas.netmasuk sebagai
penyelenggara komersial?” lanjut Firdaus.
Komersialisasi ini makin diperjelas dari politik
perizinan dan komersialisasi telematika yang diterapkan dalam RUU Konvergensi
Telematika. Dalam RUU ini dijelaskan bahwa setiap penyelenggara telematika
harus mendapatkan izin dari Menteri dan
membayar Biaya Hak Penyelenggara (BHP) telematika.
“Bagi koorporasi, tentu persoalan perizinan dan membayar
BHP telematika ini tidak menjadi persoalan. Namun, bagaimana dengan komunitas
masyarakat dan LSM?” tegas Firdaus.
Urusan perizinan dan birokrasi di Indonesia dinilai
rumit. Persoalannya, hal ini akan menutup hak warga negara yang bertempat
tinggal di daerah untuk membangun media daerah yang memiliki modal terbatas. Ditambah
lagi dengan munculnya Peraturan Menteri (Permen) No 95 Tahun 2012 tentang
Peluang Usaha Penyelenggaraan Penyiaran Multipleksing (multi channel) pada
Penyiaran Televisi Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar.
Beberapa hal penting yang diatur dalam Permen ini adalah
membuka peluang usaha untuk penyelenggaraan penyiaran multipleksing di zona
layanan 4 (DKI Jakarta dan Banten), zona layanan 5 (Jawa Barat), zona layanan 6
(Jawa Tengah dan Yogyakarta), zona layanan 7 (Jawa Timur) dan zona layanan 15
(Kepulauan Riau) dalam rangka penyelenggaraan penyiaran televisi digital
terrestrial penerimaan tetap tidak berbayar (free to air).
Peluang usaha sebagaimana dimaksud dalam dictum pertama
diberikan kepada lembaga penyiaran swasta jasa penyiaran televise. Pemilihan
lembaga penyiaran swasta jasa penyiaran televisi yang akan ditetapkan sebagai
lembaga penyiaran penyelenggaraan penyiaran multipleksing sebagaimana dimaksud
dalam diktum pertama dilaksanakan melalui proses seleksi yang diatur dalam
Peraturan menteri tersendiri sereta seleksi sebagaimana dimaksud dalam Diktum
Ketiga mulai dilaksanakan paling lambat 2 bulan terhitung sejak ditetapkannya
Keputusan Menteri ini.
Koordinator Program Perkumpulan Media Lintas Komunitas
(MediaLink) Mujtaba Hamdi menilai bahwa Permen ini memiliki benturan terhadap
UU Penyiaran. Menurutnya, di dalam Permen ini tidak dijelaskan adanya
pembatasan penyiaran terhadap lembaga penyiaran swasta sehingga akan
berbenturan dengan UU Penyiaran.
“Karena membolehkan perusahaan memiliki frekuensi media
lebih dari satu infrastruktur di berbagai zona (ada 15 zona). Kami mendesak
Kominfo untuk mencabut Permennya, dan supaya digitalisasi intelegensi diatur
ulang dalam UU Penyiaran yang baru, yang sekarang sedang digodok DPR. Supaya sinkron,
tidak jalan sendiri lalu melangkahi yang sebelumnya," kata Mujtaba.
Mujtaba menyatakan, jika dipertanyakan ke publik apakah
perlu ada perbaikan RUU Penyiaran, kemungkinan besar publik akan menilai saat
ini masih baik-baik saja. Namun dari sudut telekomunikasi, kata Mujtaba,
apabila terjadi digitalisasi yang tidak bisa dihindarkan, maka konvergensi juga
tidak bisa dihindarkan.
Pertanyaanya adalah bagaimana hak publik, kepemilikan,
konten, dan lainnya itu akan terjamin. Kekhawatiran Mutjaba, lama-kelamaan
perusahaan-perusahaan yang kuat bisa menjadikan masalah internalnya ke ranah
politik. “Mereka saling serang, dan publik hanya bisa menonton saja,"
ujarnya.
Tanggapan :
Menurut saya kalau permen tidak dicabut akan berbahaya, karena bisa
terjadi channel-nya banyak tapi dimiliki orang yang itu-itu saja. Cabut dulu
permennya, lalu diperjelas dengan UU, baru turunanya ngikutin. Kalau tidak ada
payung yang lebih besar, mainnya akan selundupan-selundupan terus.
Study Kasus 2 :
Telematika Polri
Telematika berasal dari gabungan dua kata yaitu
Telekomunikasi dan Informatika (Telematic and Informatics), istilah telematika
juga dikenal sebagai “the new hybrid technology” karena lahir dari perkembangan
teknologi digital yang merupakan perpaduan konsep komunikasi dengan komputer.
Di Indonesia sendiri Telematika seringkali identik dengan dunia internet.
Ternyata kata telematika mengadopsi bahasa Perancis “Telematique” yang dapat
diartikan sebagai bertemunya sistem jaringan komunikasi dengan teknologi
informasi. Kita bahkan sering dibingungkan dengan penggunaan antara kata
Telematika, Information Technology (IT) dan Information Communication
Technology (ICT) pada dasarnya ketiga istilah ini mengacu pada ilmu yang
berkaitan dengan pengiriman, penerimaan dan penyimpanan informasi dengan
menggunakan peralatan telekomunikasi.
Telematika dalam tubuh Kepolisian Negara Republik
Indonesia sudah lama diterapkan, mengingat Polri merupakan instansi pertama di
Indonesia yang menggunakan komputer pada tahun 1950. Sesuai Kep/53/x/2002
dibentuklah Divisi Telematika Polri yang merupakan unsur pelaksana staff khusus
yang mengemban fungsi telematika di lingkungan Kepolisian Negara Republik
Indonesia. Untuk menjalankan fungsi dan tugasnya Divisi Telematika Polri
membawahi tiga (3) pusat (center) :
Pusat Komunikasi dan Elektronika (Puskomlek Polri)
Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas Polri)
Pusat Informasi dan pengolahan Data (Pusinfolahta Polri)
Tiga pusat dalam Divisi Telematika Polri mempunyai tugas
dan fungsi masing masing yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Puskomlek
untuk fungsi phisical, mengatur media transmisi, alat komunikasi (Alkomlek) di
tingkat mabes Polri maupun di Kewilayahan. Pusiknas Polri sebagai pusat
informasi kriminal Indonesia sedangkan Pusinfolahta sebagai pusat untuk
pengolahan data-data Kepolisian, mengelola semua aplikasi yang digunakan oleh
Polri.
Masyarakat luas masih menganggap Divisi Telematika Polri
berkaitan dengan cyber crime padahal sudah ada unit di Badan Reserse dan
Kriminal yang khusus menangani jenis kejahatan ini yaitu unit V IT dan cyber
crime. Serta sosok yang sangat terkenal di media sebagai pakar Telematika Roy
Suryo dengan ” Metadata”-nya sebagai icon telematika Indonesia mempunyai
hubungan dengan Divisi Telematika Polri.
Saat ini Polri dituntut untuk menyesuaikan perkembangan
Teknologi yang semakin pesat, diharapkan pelayanan terhadap masyarakat semakin
cepat sesuai Program reformasi birokrasi Polri yaitu Quick respon. Polri
memandang Telematika sangat bermanfaat dan sangat membantu untuk mempercepat
penyampaian informasi serta memperkecil ruang yang digunakan untuk penyimpanan
data dan dalam pengarsipan sehingga kedepan akan terwujud e-police yang
terintegrasi dalam jajaran Polri.
Tanggapan :
Sudah seharusnya instansi pemerintahan khususnya kepolisian dinegara manapun mempunyai divisi telematika. Tapi kalo menurut hemat saya sub divisi atau unit cyber crime dan unit V IT dimasukan kedalam divisi telematika juga. kenapa ? karena cyber crime termasuk kejahatan dalam penggunaan telematika juga. dan Reskrim khusus menangani kejahatan dalam bidang diluar cyber crime. Seharusnya seperti itu.
Study Kasus 3
Perkembangan Telematika di Indonesia
Di Indonesia, perkembangan telematika masih tertinggal
apabila dibandingkan dengan negara lain. Cina misalnya, kini sudah dapat mengungguli
Indonesia dalam hal aplikasi komputer dan internet, begitupula Singapura,
Malaysia, dan India yang jauh meninggalkan Indonesia. Tampaknya masalah
political will pemerintah yang belum serius, serta belum beresnya aturan
fundamental adalah penyebab kekurangan tersebut. Contoh nyatanya ialah
penutupan situs porno dan situs yang menyajikan film fitnah menyusul dengan
disetujuinya Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik pada medio 2007
dan awal tahun 2008, oleh Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo).
Keadaan ini merupakan realitas objektif yang terjadi di
Indonesia sekarang, tidak termasuk wilayah yang belum tersentuh teknologi
telematika, semisal Indonesia Timur yang masih terbatas pasokan listrik. Amat
mungkin, beberapa bagian dari wilayah tersebut belum mengenal telematika.
Di Indonesia, perkembangan telematika mengalami tiga
periode berdasarkan fenomena yang terjadi di masyarakat, yaitu:
1. Periode rintisan
Periode Rintisan di Indonesia terhadap Timor Portugis,
peristiwa Malari, Pemilu tahun 1977, pengaruh Revolusi Iran, dan ekonomi yang
baru ditata pada awal pemerintahan Orde Baru, melahirkan akhir tahun 1970-an
penuh dengan pembicaraan politik serta himpitan ekonomi. Sementara itu sejarah
telematika mulai ditegaskan dengan digariskannya arti telematika pada tahun
1978 oleh warga Prancis. Mulai tahun 1970-an inilah Toffler menyebutnya sebagai
zaman informasi.
Namun demikian, perhatian yang minim dan pasokan listrik
yang terbatas, Indonesia tidak cukup meningkatkan perkembangan telematika.
Memasuki tahun 1980-an, perubahan secara signifikan pun jauh dari harapan.
Walaupun demikian, dalam waktu satu dasawarsa, learn to use teknologi
informasi, telekomunikasi, multimedia mulai dilakukan. Jaringan telepon,
saluran televisi nasional, stasiun radio nasional dan internasional, dan
komputer mulai dikenal di Indonesia, walaupun penggunanya masih terbatas.
Kemampuan ini dilatar belakangi oleh kepemilikan satelit dan perekonomian yang
meningkat dengan diberikannya penghargaan tentang swasembada pangan dari
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) kepada Indonesia pada tahun 1984. Penggunaan
teknologi telematika oleh masyarakat Indonesia masih terbatas. Sarana kirim
pesan seperti yang sekarang dikenal sebagi email dalam suatu group, dirintis
pada tahun 1980-an Mailinglist (milis) tertua di Indonesia dibuat oleh Johny
Moningka dan Jos Lukuhay, yang mengembangkan perangkat “pesan” berbasis “unix”,
“ethernet”, pada tahun 1983 bersamaan dengan berdirinya internet sebagai
protokol resmi di Amerika Serikat.
2. Periode pengenalan
Periode Pengenalan berawal pada tahun 1990-an, teknologi
telematika sudah banyak digunakan dan masyarakat mengenalnya. Jaringan radio
amatir yang jangkauannya sampai ke luar negeri marak pada awal tahun 1990. Hal
ini juga merupakan efek kreativitas anak muda ketika itu, setelah dipinggirkan
dari panggung politik, yang kemudian disediakan wadah baru dan dikenal sebagai
Karang Taruna. Internet masuk ke Indonesia pada tahun 1994. Penggunanya tidak
terbatas pada kalangan akademisi, akan tetapi sampai ke meja kantor. ISP
(Internet Service Provider) pertama di Indonesia adalah IPTEKnet, dan pada
tahun yang sama, beroperasi ISP komersil pertama, yaitu INDOnet. Dua tahun keterbukaan
informasi ini, salahsatu dampaknya adalah mendorong kesadaran politik dan usaha
dagang. Hal ini juga didukung dengan hadirnya televisi swasta nasional, seperti
RCTI (Rajawali Citra Televisi) dan SCTV (Surya Citra Televisi) pada tahun
1995-1996. Teknologi telematika, seperti computer, internet, pager, handphone,
teleconference, siaran radio dan televise internasional – tv kabel Indonesia,
mulai dikenal oleh masyarakat Indonesia. Periode pengenalan telematika ini
mengalami lonjakan pasca kerusuhan Mei 1998. Masa krisis ekonomi ternyata
menggairahkan telematika di Indonesia. Sementara itu, kapasitas hardware
mengalami peningkatan, ragam teknologi software terus menghasilkan yang baru,
dan juga dilanjutkan mulai bergairahnya usaha pelayanan komunikasi (wartel),
rental computer, dan warnet (warung internet). Kebutuhan informasi yang cepat
dan tanggap dalam menyongsong tahun 2000.
3. Periode aplikasi
Periode Aplikasi Reformasi pada tahun 2000 banyak disalah
artikan, gejala yang serba bebas, seakan tanpa aturan. Pembajakan software, Hp
illegal, perkembangan teknologi computer, internet, dan alat komunikasi
lainnya, dapat dengan mudah diperoleh, bahkan dipinggir jalan atau kios-kios
kecil. Tentunya, dengan harga murah. Keterjangkauan secara financial yang
ditawarkan, dan gairah dunia digital di era millenium ini, bukan hanya mampu
memperkenalkannya kepada masyarakat luas, akan tetapi juga mulai dilaksanakan
dan diaplikasikan. Di pihak lain, semuanya itu dapat berlangsung lancar dengan
tersedianya sarana transportasi, kota-kota yang saling terhubung, dan industri
telematika dalam negeri yang terus berkembang. Awal era millenium pemerintah
Indonesia serius menaggapi perkembangan telematika dalam bentuk keputusan
politik. Keputusan Presiden No. 50 Tahun 2000 tentang Tim Koordinasi Telematika
Indonesia (TKTI), dan Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2001 tentang Pendayagunaan
Telematika. Dalam bidang yang sama, khususnya terkait dengan pengaturan dan
pelaksanaan mengenai bidang usaha yang bergerak di sector telematika, diatur
oleh Direktorat Jendral Aplikasi Telematika (Dirjen Aptel) yang kedudukannya
berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Komunikasi dan Informasi
Republik Indonesia.
Teknologi mobile phone begitu cepat pertumbuhannya.
Muatannya yang mencapai 1 Gigabyte, dapat berkoneksi dengan internet juga
stasiun televisi, dan teleconference melalui 3G. Teknologi computer, kini hadir
dengan skala tera (1000 Gigabyte), multi processor, multislot memory, dan
jaringan internet berfasilitas wireless access point. Bahkan, pada café dan
kampus tertentu internet dapat diakses dengan mudah dan gratis. Terkait dengan
hal tersebut, Depkominfo mencatat bahwa sepanjang tahun 2007 yang lalu,
Indonesia telah mengalami pertumbuhan 48% persen terutama di sektor sellular
yang mencapai 51% dan FWA yang mencapai 78% dari tahun sebelumnya. Selain itu,
tingkat kepemilikan komputer pada masyarakat juga mengalami pertumbuhan sangat
signifikan, mencapai 38.5 persen. Sedangkan angka pengguna Internet mencapai
jumlah 2 juta pemakai atau naik sebesar 23 persen dibanding tahun 2006. Tahun
2008 ini diharapkan bisa mencapai angka pengguna 2,5 juta.
Perkembangan Telematika di Indonesia mengalami
peningkatan, sejalan dengan inovasi teknologi yang terjadi. Prospek ke masa
depan, telematika di Indonesia memiliki potensi yang tinggi, baik itu untuk
kemajuan bangsa, maupun pemberdayaan sumber daya manusianya. Dukungan politik
pemerintah dengan berbagai kebijakannya, harus lebih dapat menggairahkan
telematika di Indonesia, dan tentunya industri, serta pengaruh luar negeri
mengambil peranan penting disamping ketertarikan masyarakat yang
membutuhkannya.
Tanggapan :
Kalo yang ini saya jujur ga bisa banyak komentar. Diatas disebutkan perkembangan telematika di indonesia mengalami peningkatan. Tapi kalau kita bandingkan dengan negara-negara lain, di kawasan Asia Tenggara saja Indonesia jelas ketinggalan. Panjang kalau soal yang satu ini kalo mau sharing kita ngobrol-ngobrol sambil ngopi aja mendingan (kontak saya jika berkenan) :D
SEKIAN
sumber :
http://riesdis.wordpress.com/2012/10/21/perkembangan-telematika-di-indonesia/
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f3cc569df444/ruu-konvergensi-telematika-perlu-dikaji-ulang
http://wijasena.wordpress.com/2009/09/29/telematika-polri/